Imam Ahlus sunnah, Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
”Pokok-pokok Sunnah (Islam) di sisi kami adalah:
Berpegang teguh dengan apa yang dijalani oleh para shahabat serta bertauladan kepada mereka, meninggalkan perbuatan bid’ah,karena setiap bid’ah adalah sesat, serta meninggalkan perdebatan dalam masalah agama. Sunnah menafsirkan Al Qur ’an dan Sunnah menjadi dalil-dalil (sebagai petunjuk dalam memahami) Al Qur’an, tidak ada qiyas dalam masalah agama, tidak boleh dibuat pemisalan–pemisalan bagi Sunnah, dan tidak boleh pula dipahami dengan akal dan hawa nafsu, kewajiban kita hanya lah mengikuti Sunnah serta meninggalkan akal dan hawa nafsu.
Dan termasuk Sunnah yang harus diyakini barangsiapa meninggalkan salah satu darinya – tidak menerima dan tidak beriman padanya – maka dia tidak termasuk golongan Ahlus Sunnah, adalah:
1. Iman kepada takdir yang baik dan buruk,
Membenarkan hadits-hadits tentang masalah ini, beriman kepadanya, tidak mengatakan “mengapa?”, dan tidak pula mengatakan: ”Bagaimana?”, akan tetapi kita hanya membenarkan dan beriman dengannya. Barangsiapa yang tidak mengetahui penafsiran satu hadits, dan tidak dapat dicapai oleh akalnya sesungguhnya hal tersebut telah cukup dan sempurna atasnya (tidak perlu berdalam-dalam lagi). Maka wajib baginya beriman, tunduk dan patuh dalam menerimanya, seperti hadits; ’Asshadiqul masduq“ dan hadits hadits yang seperti ini dalam masalah taqdir, demikian juga semisal hadits – hadits ru’yah (bahwa kaum mukminin akan melihat Allah di sorga), walaupun terasa asing pada pendengaran dan berat bagi yang mendengar, akan tetapi wajib mengimaninya dan tidak boleh menolak satu huruf pun, dan juga hadits-hadits lainnya yang ma’tsur (diriwayatkan) dari orang-orang terpercaya, jangan berdebat dengan seorangpun, tidak boleh pula mempelajari ilmu jidal, karena berbicara tanpa ilmu dalam masalah takdir, ru’yah dan Qur’an dan masalah lainnya yang terdapat dalam Sunnah adalah perbuatan yang dibenci dan dilarang, pelakunya tidak termasuk ahlus Sunnah walaupun perkataannya mencocoki Sunnah sampai dia meninggalkan perdebatan dan mengimani atsar.
2. Al Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk,
Janganlah dia merasa risih untuk mengatakan:”Dia bukan makhluk”.Sesungguhnya kalamullah itu bukanlah sesuatu yang terpisah dari Dzat Allah Subhana wa ta’ala, dan sesuatu yang berasal dari dzat nya itu bukanlah makhluk. Jauhi lah berdebat dengan orang yang hina dalam masalah ini dan dengan orang lafdziyah (Ahlul bid ’ah yang mengatakan lafadzku ketika membaca Al Qur’an adalah makhluk) dan lainnya atau dengan orang yang tawaquf (Abstain) dalam masalah ini yang berkata: ”Aku tidak tahu Al Qur’an itu makhluk atau bukan makhluk tetapi yang jelas Al Qur’an adalah kalamullah”,orang ini (yang tawaquf) adalah ahlul bid’ah seperti orang yang mengatakan Al Qur’an adalah makhluk. Ketahuilah (keyakinan ahlus Sunnah adalah) Al Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk.
3. Beriman dengan ru’yah
(bahwa kaum mukminin akan melihat Allah Subhana wa ta’ala) pada hari kiamat sebagaimana diriwayatkan dari Nabi shalallahu’alaihi wa sallam dalam hadits-hadits yang shahih
4. Nabi shalallahu’alaihi wa sallam sungguh telah melihat Rabbnya,
hal ini telah ma’tsur dari Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam diriwayatkan oleh Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas dan diriwayatkan oleh Al Hakam bin Aban dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, diriwayatkan pula oleh Ali bin Zaid dari Yusuf bin Mihram dari Ibnu Abbas, dan kita memahami hadits ini sesuai dengan dhahirnya sebagaimana datangnya dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dan berbicara (tanpa ilmu) dalam hal ini adalah bid ’ah, akan tetapi kita wajib beriman dengannya sebagaimana dhahir nya dan kita tidak berdebat dengan seorangpun dalam masalah ini.
5. Beriman dengan mizan
(timbangan amal) pada hari kiamat,sebagaimana disebutkan dalam hadits: (yang artinya) ’’Seorang hamba akan ditimbang pada hari kiamat, dan beratnya tidaklah seberat satu sayap lalat” dan akan di timbang amalan para hamba sebagaimana disebutkan dalam atsar,maka wajib bagi kita untuk beriman dan membenarkannya, serta berpaling dari orang-orang yang menentangnya serta (kita harus) meninggalkan perdebatan.
6. Sesungguhnya para hamba akan berbicara dengan Allah
pada hari kiamat tanpa adanya penerjemah antara mereka dengan Allah dan kita wajib mengimaninya.
7. Beriman kepada haudh
(telaga) yang dimiliki oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam pada hari kiamat, yang akan didatangi oleh umatnya, lebarnya sama seperti panjangnya yaitu selama perjalanan satu bu lan, bejana-bejananya seperti banyaknya bintang-bintang di langit, hal ini sebagaimana diberitakan dalam khabar-khabar yang benar dari banyak jalan.
8. Beriman dengan adanya adzab kubur.
9. Sesungguhnya umat in iakan diuji dan ditanya dalam kuburnya tentang Iman, Islam, siapa Rabbnya dan siapa Nabi nya.
Munkar dan Nakir akan mendatanginya sebagaimana yang Dia kehendaki dan inginkan. Kita wajib beriman dan membenarkan hal ini.
10. Beriman kepada syafaat Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam dan kepada suatu kaum yang akan keluar dari neraka setelah mereka terbakar dan menjadi arang, kemudian mereka akan diperintahkan menuju sungai didepan pintu syurga (sebagaimana diberitakan dalam atsar)sebagaimana dan seperti apa yang Dia kehendaki, kita wajib beriman dan membenarkan hal ini.
11. Beriman bahwa Al-Masih Ad-Dajjal akan keluar,
Tertulis di antara kedua matanya (Kafir/bahasa Arab) dan beriman dengan hadits-hadits yang datang tentang masalah ini beriman bahwa ini akan terjadi.
12. Beriman bahwa Isa bin Maryam akan turun dan membunuh dajjal di pintu Ludh.
13. Iman adalah ucapan dan amalan, bertambah dan ber kurang,
sebagaimana telah di beritakan dalam hadits: (yang artinya) “Orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik ahlaqnya”, “Barangsiapa meninggalkan shalat sungguh ia telah kafir”, ”Tidak ada amalan yang kalau ditinggalkan orang menjadi kafir kecuali shalat”. Maka barangsiapa meninggalkan shalat ia menjadi kafir dan Allah telah menghalalkan membunuhnya.
14. Sebaik-baik umat setelah Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam adalah Abu baker As Shidiq, kemudian Umar bin Khattab, Utsman bin Affan.
Kita mengutamakan tiga shahabat ini sebagaimana Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam mengutamakan mereka, para shahabat tidak berselisih dalam masalah ini, kemudian setelah tiga orang ini orang yang paling utama adalah ashabus syura (Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abdur Rahman bin Auf, Sa’ad dan [Thalhah]*) seluruhnya berhak untuk menjadi khalifah dan imam. Dalam hal ini kita berpegang dengan hadits Ibnu Umar: (yang artinya) “Kami menganggap ketika Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam masih hidup dan para sahabatnya masih banyak yang hidup, bahwa sahabat yang terbaik adalah: Abu Bakar, Umar dan Utsman kemudian kita diam (tidak menentukan orang keempat)”, kemudian setelah ashabus syura orang yang paling utama adalah orang yang ikut perang badar dari kalangan Muhajirin kemudian dari kalangan Anshar sesuai dengan urutan hijrah mereka, yang lebih dulu hijrah lebih utama dari yang belakangan, kemudian manusia yang paling utama setelah para sahabat adalah generasi yang beliau diutus kepada mereka. Dan semua orang pernah bersahabat dengan beliau selama satu tahun, satu bulan,satu hari atau satu jam, siapa yang pernah melihat Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam maka dia termasuk sahabat Rasulullah . Shalallahu’alaihi wa sallam Dia mempunyai keutamaan sesuai dengan lamanya dia bersahabat dengan Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam, dia lebih dulu masuk Islam bersama Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam, mendengar dan melihatnya (merupakan satu keutamaan baginya– pent). Orang yang paling rendah persahabatannya dengan Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam tetap lebih utama dari pada generasi yang tidak pernah melihatnya, walaupun mereka bertemu dengan Allah Subhana wa ta’ala dengan membawa seluruh amalan nya.Mereka yang telah bersahabat dengan Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam telah melihat dan mendengar beliau lebih utama –karena persahabatan mereka – dari kalangan Tabi’in walaupun mereka (Tabi’in) telah beramal dengan semua amal kebaikan.
15. Mendengar dan taat pada Imam dan Amirul mukminin yang baik ataupun yang fajir.
Dan juga wajib taat kepada orang yang menjabat kekhalifahan karena manusia telah berkumpul (ba’iat) dan ridha kepadanya, dan juga taat kepada orang yang memberontak mereka dengan pedang hingga menjadi khalifah dan dinamakan amirul mukminin.
16. Jihad terus berlangsung bersama Imam
hingga hari kiamat dengan imam yang baik ataupun fajir tidak boleh ditinggalkan.
17. Pembagian harta fa’i
(harta rampasan yang diambil tanpa melalui peperangan terlebih dahulu) dan pelaksanaan hukum-hukum had dilakukan oleh imam, dan hal ini terus berlangsung tidak boleh seorangpun mencela mereka dan tidak boleh pula membantah mereka.
18. Memberikan zakat
(shadaqah) kepada mereka dibolehkan dan teranggap, Barangsiapa yang yang memberikannya kepada mereka maka sudah cukup baginya,Imamnya baik ataupun fajir.
19. Shalat Jum’at di belakang Imam
dan di belakang orang yang dipilih oleh Imam sudah cukup dan sempurna dan dilakukan dengan dua rakaat, Barangsiapa yang mengulang shalat nya maka dia adalah seorang ahlul bidah yang meninggalkan atsar dan menyelisihi Sunnah. Dia tidak mendapatkan keutamaan shalat Jum’at sedikitpun jika menganggap tidak boleh shalat dibelakang Imam yang baik ataupun yang dhalim, Sunnah mengajarkan untuk shalat bersama mereka dua rakaat, kita beragama dan meyakini (2/4) bahwa itu sudah sempurna jangan sampai ada suatu perasaan apapun dalam dadamu tentang masalah tersebut.
20. Barangsiapa yang memberontak kepada Imam kaum muslimin setelah mereka berkumpul dan mengakuinya sebagai khalifah, dengan cara apapun dengan ridha maupun dengan paksa, maka pemberontak itu telah memecahkan persatuan kaum muslimin dan menyelisihi atsar dari Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam,kalau dia mati dalam keadaan memberontak maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.
21. Tidak dihalalkan atas seorangpun memerangi sulthan atau memberontaknya, Barangsiapa yang melakukannya maka dia adalah mubtadi’ (Ahlul bid’ah), sudah tidak diatas Sunnah dan jalan yang lurus.
22. Memerangi para pencuri dan khawarij diperbolehkan jika mereka mengancam jiwa dan harta seseorang.
Jika demikian seseorang dibolehkan untuk memeranginya dalam rangka membela jiwa dan hartanya sebatas kemampuannya, tapi dia tidak boleh mencari atau mengejar mereka jika mereka memisahkan diri atau meninggalkannya, tidak boleh seorangpun mengejarnya kecuali Imam atau pemerintah muslimin. Tapi yang diperbolehkan itu adalah membela dirinya ditempat kejadian, dan tidak berniat untuk membunuh seorangpun, kalau pencuri (khawarij ) tersebut mati** ditangannya ketika ia membela diri maka Allah Subhana wa ta’ala akan menjauhkan orang yang terbunuh, dan kalau dia (yang bela diri) yang terbunuh dalam keadaan membela diri dan hartanya, aku mengharapkan dia mati syahid sebagaimana dalam hadits-hadits, seluruh atsar dalam masalah ini (1/5) hanya menyuruh untuk memeranginya dan tidak memerintahkan untuk membunuh atau mengintainya, tidak diperboleh kan*** membunuhnya kalau dia tersungkur atau terluka, kalau menjadikannya sebagai tawanan juga tidak boleh dibunuh, dan jangan dihukum had olehnya sendiri, akan tetapi hendaknya urusan tersebut diserahkan kepada orang yang telah Allah Subhana wa ta’ala tunjuk sebagai Imam (qadhi) untuk menghukumnya.
23. Kami tidak mempersaksikan (memastikan) seorang ahlu qiblah (muslim) dengan amalannya akan masuk syurga atau neraka.
Kami mengharapkan orang yang shalih (untuk masuk syurgapent.), dan kami juga meng kha watirkan serta menakutkan orang yang berbuat jelek dan dosa (untuk masuk neraka,pent) dan kami meng harapkan rahmat Allah Subhana wa ta’ala untuknya.
24. Barangsiapa yang bertemu dengan Allah Subhana wa ta’ala dengan membawa dosa yang bias memasukkannya dalam neraka- tapi dia taubat tidak terus menerus melakukan dosanya- maka sesungguhnya Allah Subhana wa ta’ala menerima taubat hambanya serta mema’afkan kejelekannya.
25. Barangsiapa yang bertemu dengan Allah dalam keadaan telah ditegakkan atasnya hukum had di dunia maka itulah penghapus dosa baginya, sebagaimana telah ada khabar dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam
26. Barangsiapa yang bertemu dengan Allah Subhana wa ta’ala dalam keadaan terus menerus melakukan dosa,dan tidak bertaubat dari dosa-dosa yang mengharuskan ia dihukum oleh Allah Subhana wa ta’ala, maka urusannya dikembalikan kepada Allah,kalau Allah menghendaki,Dia akan mengadzab orang tersebut dan jika tidak Allah akan mengampuninya.
27. Barangsiapa yang bertemu dengan Allah dalam ke adaan kafir Allah akan meng adzab nya dan tidak ada ampunan baginya.
28. Rajam itu adalah haq
(wajib) atas orang yang zina dan telah menikah, jika dia mengaku atau telah ada bukti yang kuat, Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam telah merajam, demikian pula khulafaur rasyidin.
29. Barangsiapa yang menghina seorang saja dari shahabat Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam atau membencinya karena ada sesuatu yang dia perbuat, atau menyebutkan ke jelekan-kejelekannya maka dia adalah ahlul bid’ah sampai dia bertarahum (mendoakan semoga Allah Subhana wa ta’ala merahmati) kepada mereka semua dan hatinyapun selamat dari perasaan jelek kepada mereka.
30. Nifak adalah kufur,
Kufur kepada Allah Subhana wa ta’ala dan menyembah selainnya. Serta menampakkan Islam dalam dhahirnya, seperti orang-orang munafik pada zaman Rasululah Shalallahu’alaihi wa sallam
31. “Tiga perkara yang barangsiapa tiga perkara ini ada padanya berarti dia munafik “
dengan keras (mengancam), kita riwayatkan sebagaimana datangnya tidak kita kias-kiaskan. Dan sabdanya:(yang artinya) “Janganlah kalian kembali menjadi kafir jika aku telah wafat, sebagian kalian membunuh sebagian yang lainnya”, dan seperti : “Jika dua orang muslim berkelahi dengan membawa pedang mereka maka yang membunuh dan yang dibunuh masuk neraka”, dan seperti: “Mencerca muslim adalah fasiq dan membunuhnya adalah suatu kekufuran”, dan seperti: “Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya “Ya kafir”maka sifat tersebut akan kembali (mengenai) salah seorang diantara keduanya”. Dan seperti: “Kufur pada Allah Subhana wa ta’ala melepaskan “nasab walaupun sedikit”. Dan seperti hadits-hadits ini yang shahih dan dihapal, kita harus menerimanya walau tidak tahu tafsirnya (1/6) kita tidak mempersalahkan dan tidak pula memperdebatkannya, dan tidak kita tafsirkan kecuali de ngan hadits yang lebih shahih dari itu.
32. Sorga dan neraka sudah diciptakan (sudah ada)
Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Aku masuk ke syurga aku pun melihat istana disana, aku juga melihat alkautsar” dan “Aku lihat ke sorga akupun bisa melihat bahwa kebanyakan penduduk syurga adalah ini, dan aku lihat neraka dan aku lihat kebanyakan penghuninya adalah ini (Wanita-pent), Barangsiapa yang menyangka kedua nya belum ada saat ini berarti dia telah mendustakan Al Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam dan aku tidak mengira (menganggap) orang ini beriman atas adanya syurga dan neraka.
33. Barangsiapa yang mati dari ahlul kiblat (muslim) dalam keadaan muwahid (bertauhid),dishalati jenazahnya dan dimintakan ampun untuknya, jangan sampai tidak di mintakan ampun dan jangan pula jenazahnya dibiarkan (tidak di shalati) hanya karena disebabkan melakukan dosa- baik yang dosa kecil ataupun besar- dan urusannya diserahkan kepada Allah Ta’ala.
Akhir risalah:
Walhamdulillahi wahdah, washala watuhu ‘ala Muhammad wa alihi wasallam taslima
(Dikutip dari buku terjemah kitab Ushulus Sunnah, karya Imam Ahmad bin Hanbal, Penerbit Darul Manar cet. 1 Th. 1411 H )
Disalin oleh Al-Akh Ridwan Abdillah hafidzahullah dari majalah Akhwat
Leave a Reply